Email Subscription box byLatest Hack

13 October 2012

Review - Perahu Kertas karya @deelestari




Siapa yang tidak tahu novel yang satu ini. Sebuah cerita yang begitu menggugah selera baca hingga tak ingin berhenti sampai akhir saat mulai membacanya ini dilahirkan Dewi “Dee” Lestari. Namanya sudah tidak asing lagi, bukan? Yap, orang yang sama yang menulis Supernova, Rectoverso, Filosofoi Kopi dan Madre. Semua buku yang sedang saya buru untuk diselesaikan. Tapi kali ini saya hanya akan mereview Perahu Kertas. Sebelumnya perkenankan saya sedikit menceritakan sinopsis kisah di novel ini.

Adalah Kugy, seorang gadis dengan mimpi menciptakan mimpi bagi anak-anak, keinginannya yang besar untuk menjadi Juru Dongeng dari kecil membuat karakternya sedikit unik. Menulis disecarik kertas yang kemudian dilipat menjadi perahu kertas dan dilepaskan dialiran air dimanapun ia dapatkan sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Ia menyebut dirinya sendiri, Agen Neptunus. Kebiasaan itu berlanjut hingga mengantar dirinya ke jenjang kuliah di Bandung. Bersama sahabatnya, Noni dan pacar sahabatnya, Eko. Karena keharusannya pindah ke Bandung juga, ia bertemu sosok Keenan, sepupu Eko. Keenan sendiri terpaksa kuliah di Bandung akibat paksaan dari ayahnya yang tidak setuju dengan kegemarannya melukis. Alhasil disanalah dia menimba ilmu dibidang ekonomi. Keempat orang ini kemudian memiliki ikatan yang erat satu sama lain. Pertemuan keempat orang ini pula lah yang kemudian membawa lika-liku perjalanan kisah asmara Kugy-Keenan.

Kugy yang ternyata sudah punya pacar bernama Joshua atau Ojos ini kemudian jatuh cinta dengan Keenan yang melengkapi dongeng-dongeng yang ditulisnya selama ini dengan ilustrasi. ia merasa dongengnya hidup bersama Keenan. Namun rasa itu disimpannya sendiri hingga muncul sosok Winda yang diperkenalkan oleh pasangan Noni-Eko kepada Keenan. Misi mak comblang pun berhasil, Keenan dan Winda makin dekat apalagi Winda adalah seorang kurator dan ayahnya adalah pemilik galeri Warsita, salah satu galeri terbesar di Jakarta. Maka jadilah mereka sepasang kekasih. Saat itu pula Kugy seolah menjauh, tak hanya dari Keenan namun dari Noni yang notabene adalah sahabatnya sejak kecil. Hubungannya dengan Eko masih baik-baik saja walaupun tanpa persetujuan Noni. Hubungannya yang retak dengan sahabatnya itu sendiri juga dikarenakan putusnya hubungannya dengan ojos. Kini ia benar-benar sendiri sampai kemudian cepat menyelesaikan kuliahnya dan kerja disuatu perusahaan advertising yang dipimpin Remi, yang kemudian menjadi kekasihnya kemudian.

Sementara Keenan sendiri, begitu tau lukisannya di galeri Warsita laris terjual semua, ia memutuskan untuk berhenti kuliah dan konsentrasi pada melukis. Namun, dibalik itu semua akhirnya ia mengetahui bahwa lukisan-lukisannya ternyata dibeli oleh Winda sendiri. Winda melakukan itu semua agar mendapat kepercayaan lebih dari Keenan dan terus bersama. Keenan-Winda akhirnya putus. Keenan memutuskan ke Bali dan tinggal bersama Pak Wayan, kekasih lama ibunya, Lena. Disana ia ditemani sebuah buku tulis berisi tulisan tangan yang menceritakan sebuah dongeng. Tulisan itu tak lain dan tak bukan adalah milik Kugy. Dari tulisan itu ia selalu mendapat inspirasi untuk melukis. Dongeng itu bercerita tentang Jenderal Pilik, diambil dari nama murid mereka di Sakola Alit, sekolah untuk anak tidak mampu dipedalaman Bandung. Lukisan-lukisan bertema Jenderal Pilik ini menjadi perbincangan di kalangan penikmat lukisan dan kolektor. Hingga akhirnya lukisan pertamanya dibeli oleh tak lain dan tak bukan Remigius Aditya alias Remi, yang kemudian menjadi kekasih Kugy. Di Ubud sendiri Keenan mendapati sosok Luhde yang selalu menemaninya dalam masa susah. Disanalah asmara Keenan-Luhde bersemi.

Pertemuan kembali Kugy-Keenan dalam acara pernikahan Eko dan Noni membuka lembar-lembar asmara yang lama tersimpan. Namun apa daya, mereka masing-masing telah memiliki pasangan. Hingga kemudian takdir menunjukkan jalannya. Masing-masing pasangannya menyadari ada yang salah, “Hati tidak memilih. Hati itu dipilih”. Akhirnya dongeng indah terjadi di dunia nyata. Kugy dan Keenan memang ditakdirkan bersama selamanya. Endingnya sendiri ditutup dengan lipatan perahu kertas terakhir yang ditulis Kugy untuk Neptunus yang mana sangat penting hingga ia harus mengantarkannya sendiri ketengah laut dengan perahu. Disisi pantai sendiri, seorang Keenan tengah menunggunya dan K kecil diperutnya dengan senyum merekah.

Novel ini sendiri sangat ringan dibanding buku-buku Dee lainnya yang selalu bermain dalam prosa dan kalimat yang saling bersahutan. Mungkin karena cerita ini sendiri adalah proyek lama Dee yang pada kenyataannya sendiri adalah potongan-potongan cerita bersambung. Hingga kemudian ia merampungkannya kedalam satu novel yang sekarang menjadi best seller.

Karena gaya bahasanya yang santai, semua kalangan dapat menikmati novel ini. Alur ceritanya sendiri sangat mempermainkan perasaan. Kadang kita dihempas dalam kisah manis lalu dijatuhkan begitu saja pada kenyataan pahit. Saya sendiri selalu ditemani perasaan merinding menikmati buku ini dikarenakan faktor tersebut. Penciptaan intrik-intrik masalah yang biasa dikemas dalam hantaran kata dan perasaan luar biasa. Membuat siapa saja yang membaca pasti bergidik. Lalu ada pula gambaran keindahan Bandung dan Ubud yang sangat menyejukkan dibeberapa inti cerita.

Imajinasi saya sendiri tertantang pada karakter-karakter didalamnya. Bagaimana Kugy yang unik, Keenan yang penuh kejutan, Remi yang dewasa serta Luhde yang tenang dan penyabar. Tidak lupa juga beberapa tokoh penting seperti Noni, Eko, Karel serta keluarga dari Kugy dan Keenan yang turut meramaikan cerita. Hingga kemudian muncullah versi visualisasi dari novel ini yang memanjakan mata penontonnya yang dibuat penasaran oleh buku Dee tersebut.

Visualisasi saya sendiri dimanjakan, walaupun dari sisi script – yang saya juga tau bahwa membuat film dari adaptasi novel tidak gampang- agak sedikit mengecewakan dari segi dialog. Alur masa juga dipangkas agar mendekati waktu real sebuah film, walaupun versi film ini sendiri sudah terbagi menjadi dua part. Seperti kata Nami, “ tidak ada yang dapat mengalahkan imajinasi pembaca” :p

Tapi salut pada Maudy Ayunda yang 100% memvisualisasikan Kugy seperti di benak saya. Selain itu akting nomer dua saya persembahkan untuk Reza Rahardian yang memerankan Remi, sempurna (sekali lagi saya setuju dengan Nami untuk yang satu ini). Adipati Dolken sebagai Keenan dan Luhde juga patut diacungi jempol. Mereka begitu menghayati tiap karakter inti novel tersebut. Jempol lainnya untuk Hanung Bramantyo yang mentransformasikan kertas menjadi karya digital yang WOW kata ABG sekarang. Seperti menciptakan alternate ending yang bikin penasaran penonton, apakah ending Kugy-Keenan akan sesuai dengan cerita di novel. Tapi pada akhirnya memang ditutup dengan final ending yang sempurna. Bravo buat semua orang yang terlibat dalam film Perahu Kertas dan Dee yang menciptakan Radar Neptunus.

Saya Aquarius, saya juga agen-Neptunus dong :)
Categories: ,

0 comments:

Post a Comment