Email Subscription box byLatest Hack

03 April 2013

Review Film : Madre

Finally, I got to see this movie, Madre. Film besutan Benni Setiawan yang dipercaya sebagai sutradara sekaligus penulis skenario ini, diadaptasi dari buku kumpulan cerpen Dewi Lestari alias Dee. Siapa yang tidak tau kehandalan tulisan wanita yang satu ini, apalagi dijadikan film. Perahu Kertas dan Rectoverso sudah sukses membanjiri bioskop. Saya sendiri sangat suka dengan dua judul film diatas, begitu pula bukunya.

Madre, yang berarti 'ibu' dalam bahasa spanyol ini, adalah nama sebuah biang roti dari suatu toko roti, Tan De Bakker. Biang roti ini diwariskan pada seorang pemuda Bali bernama Tansen Roy Wuisan (Vino G. Bastian) oleh Tan Sie Gie yang tak pernah dikenalinya. Usut punya usut, Tan adalah kakek Tansen. Dalam sehari, sejarah hidupnya berubah. Sebagai manusia yang 'bebas', Tansen berniat menjual biang roti tersebut kepada Mei (Laura Basuki), seorang pengusaha toko roti yang sudah besar dan ternyata salah satu blogwalker di blog Tansen sendiri. Toh, dia tidak lihai membuat roti.

Dalam perjalanannya menghidupkan Madre dan Tan De Bakker, asmara diantara keduanya hidup dan bersemi. Bagaimana mereka menghidupkan perasaan mereka berdua? Sakiskan Madre di bioskop kesayangan kamu, sudah mulai tayang sejak 28 Februari 2013 lalu loh.

Dari struktur cerita, siapa tak kenal Dee begitu menuangkan ide-idenya dalam tulisan. Saya sendiri adalah pencinta tulisannya. Bayangkan, bagaimana detail ia menjelaskan tahap-tahap pembuatan roti, dibumbui asmara Tansen dan Mei. Namun, sebagai pencinta dan penikmat film Indonesia pada khususnya, kita memang tidak bisa terlalu berharap banyak pada film yang diadaptasi dari buku. Pasalnya, dalam buku, pembaca menentukan sendiri imajinasi mereka, sehingga saat dituangkan dalam film para pembaca akan merasa kecewa sendiri karena tak sesuai deskripsi imajinasinya. Memang, tak ada yang mampu mengalahkan imajinasi pembaca.

Disinilah peran penulis skenario dan sutradara berperan. Dalam Madre, Benni Setiawan yang mengambil kedua peran tersebut. Dengan pilihan tepatnya mengeset Tan De Bakker ke Bandung -bukannya Jakarta seperti di bukunya-, Benni sukses menghidupkan kesan klasik dari toko roti berumur puluhan tahun tersebut. Juga beberapa intrik yang kemudian diciptakan sebagai bumbu pelengkap mata dan cukup mengaduk perasaan penonton. Khikmawan Santosa, Afgansyah Reza dan Nadya Fathira juga sukses menghidupkan Madre lewat lantunan merdu musik yang mengiringi perjalanan Tansen dan Mei.

Film ini, bagi saya, sukses menghidupkan semua karakter di dalam buku tersebut. Vino G. Bastian dan Laura Basuki memiliki chemistry yang kuat dalam memerankan karakter masing-masing, dari yang senang, sedih sampai canggung-canggungnya mereka saat bertemu satu sama lain. Menampilkan scene-scene yang membuat mata tak mau berkedip, khususnya adegan yang diambil di Bali. What a beautiful waves! Scene tersedih buat saya sendiri bukan pada saat Tansen dan Mei saling merasa kehilangan, justru saat Pak Hadi tau Madre akan dijual. Oh iya, Pak Hadi diperankan oleh aktor kawakan, Didi Petet. Jelas kan maksud saya kenapa scene itu saya pilih sebagai yang tersedih, hehe.

Intinya, film ini sekali lagi akan meramaikan bioskop tanah air. Waktunya membuat film Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri. Two thumbs up for all crew Madre The Movie!

Tansen   : "Yaa, siapa yang tahu, kayak kita ketemu sekarang ini."
Mei          : "Tuhan."
Categories: ,

2 comments:

  1. Good Share,.. Thanks Reviewnya, jadi pengen nonton.. :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih.. Nah, buruan nonton deh. :D

    ReplyDelete