Email Subscription box byLatest Hack

31 August 2012

Gadis, Di Warnet, Di Malam Itu

Hatiku masih terbujur kaku menatapnya makin jauh. Punggungnya seolah menandakan kehilangan bagiku. Suatu yang belum terbangun dan kutakut akan segera hilang. Kenapa ia begitu?? Kenapa aku terlalu bodoh?? Hanya karena kami berdua masih terlalu muda. Baik dalam usia maupun hubungan nyata.

Pertama kumelihatnya di sini. Seorang gadis, di warnet, di malam itu. Lincah jarinya menari dalam sebuah tarian perkenalan dan sosialisasi dunia maya. Senyum yang sesekali terkembang dan tawa yang membahana. Semua yang kulewatkan karena memiliki cinta.

Lama, hingga akhirnya aku dibawa pada kebimbangan yang kurasa makin menyiksa. Setelah perkenalan disana dan keakraban yang dibawanya disini, sampai ke hati. Hanya karena menarik atau terbawa suasana hati. Karena kutau dia beda. Karena kuyakin dia tak terjamah. Oleh buruknya keluguan pada jaman.

Sebelum aku terjaga, sebelum semua tak berasa. Bahkan ia tak meninggalkan hatinya. Karena keangkuhan padaku yang slalu kubawa. Dan kesadaran sehentak membangunkanku. Aku ada pada masa terburuk, pikirku. Saat cinta menghilang. Dan dia membayang, merenggang, dari penuhnya rasa bahagia di dada. Kemana dia?? Kemana cinta??

Hmm...

Berpikir untuk menggabungkan “Saat Semua Tak Seharusnya” ke dalam blog ini..hmm…

25 August 2012

Life curious, Love furious, Work serious

- Me

Peri Kecil yang Menangis (Part II)

Dimulai lagi dengan pertanyaan, “Kenapa part II?”. Karena memang pernah ditulis sebelumnya, sebuah posting dengan judul “Peri Kecil yang Menangis”, dan sekali lagi posting itu lenyap bersama mantan #eh. Gak, si “Peri Kecil” bukan mantan gue, mantan gue besar-besar, suer! Peri kecil hanya codename buat dia yang-namanya-tidak-bisa-disebut. Sebut saja Mawar, eh kok jadi kayak interview korban trafficking gini. Intinya dia punya nama lah, hanya disini kita sebut saja, Peri Kecil :)

Di kisah sebelumnya, gue hanya menceritakan si Peri Kecil datang mengadu untuk sebuah curhat, penuh tangis. Hanya yang masih tanda tanya sampai sekarang, kenapa gue? Kenapa gak temen-temen gue? Jadi ini salah siapa? Eh, gue ngaco lagi. Ya, dia mengalami sebuah masalah, pada titik penat yang tak bisa dijalaninya sendiri itu, ia mungkin butuh seseorang. Dan voila, terpanggilah gue sebagai seorang yang sok bijak, terpecaya, aktual dan tajam, setajam silet!Gak perlu dibahas apa yang ditangisi, apa yang dicurhatin, gue cuma mau cerita tentang si Peri Kecil sekarang.

Ya, sekarang, setelah sekian tahun tak pernah dapat kabarnya, akhirnya muncul juga dipermukaan. Lewat sebuah reuni kecil dia muncul. Sudah ada beberapa pertemuan sebelumnya sih, lewat beberapa kebetulan, atau lebih gue sebut keberuntungan.

Lanjut cerita, sekarang dia udah gede. Yaiyalah, masa mau kecil terus. Selain badannya yang gede, ternyata dia sudah gede dalam artian yang sebenarnya. Kedewasaan. Itu yang terakhir kusimpulkan di penghujung pertemuan. Gayanya, caranya bertutur kata, nilai-nilai pemikirannya lewat gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaan singkat dan caranya menjalin hubungan dengan pilihannya. Ya, dia sudah besar. Dia bukan lagi “Peri Kecil yang Menangis”. Mungkin ia masih menangis, tapi hanya dia yang tau kapan dan karena apa. Gue jelas senang melihat pertumbuhannya seperti itu. Mengisyaratkan bahwa umur tak selalu menjanjikan kedewasaan. Tapi sikap dan problema hiduplah yang menempa kita menuju kedewasaan. Seperti ia sekarang. Walaupun masih ada saja kelakuan lucu khas “Peri Kecil”-nya haha..

So, from that I have I learned somethin’ and I hope you too. Love what you have now, and be grow up. Gak perlu nunggu kepala 3 apalagi 5 untuk berpikir dewasa. Just, grow up. Adios.

16 August 2012

S.N.P.C

Bukan, itu bukan nama girlband apalagi boyband. Itu singkatan dari “Setiap Nama Punya Cerita”. Ini sempat jadi topik di blog terdahulu, tapi terhapus bersama mantan #eh

Ya, dan kenapa saya menyingkatnya, karena openingnya bisa nyeleneh ke boyband ato girlband. Tujuannya jelas, biar posting kali ini kelihatan panjang.

15 August 2012

My world is my mind. I create my world.

Me

14 August 2012

Sudah Lupa Rasanya

Pertanyaannya dimulai dari sini. “Bagaimana rasanya tidak menggunakan kacamata?” Saya melihat kebebasan dari orang-orang tanpa kacamata. Menoleh, melompat, menengok keatas atau mencari koin yang terjatuh. Terlihat lebih mengagumkan tanpa kacamata. Tidak memberatkan di hidungnya. Tidak mesti kerepotan mengelapnya, saat hujan turun, atau air dari mata berembun. Saya bisa saja melepaskannya, tapi rabun. Semua berbaur. Tulisan seperti garis lurus berhimpitan, rupa seperti manusia tanpa wajah. Saya coba membiasakannya, memicingkan mata saat melihat dunia. Tapi terlalu sombong, tanpa bantuannya. Saya tidak terbiasa. Mungkin itulah yang terasa. Tidak biasa. Saya tidak terbiasa tanpa seseorang disamping. Belum, mungkin.