Email Subscription box byLatest Hack

27 January 2013

Surat Penuh Cinta Untuk Sahabat Lama

Saya sedang jalan-jalan di blog teman dan mendapatinya rajin menulis dengan tema "menulis surat". Ternyata ia mengikuti sebuah kegiatan di social network. Ia rajin benar menulis surat untuk orang-orang disekitarnya. Kupikir, kenapa tak ia sampaikan langsung saja? Kupikir, lagi, mungkin ia tak bisa menyampaikan langsung. Lalu, aku tergugah juga untuk menulis "surat" untuk seseorang yang tak bisa kusampaikan secara langsung sebuah perasaan. Perasaan yang sudah menjadi kerak dalam hatiku, menjadikannya prinsip dalam hidupku.

Sebuah surat penuh cinta untuk sahabat lama. . .


Hi, Bot

Haha, aneh banget sapaannya. Lebih aneh kayaknya kalo saya pake "Dear, Bot" :p 

Apa kabar? Saya alhamdulillah baik, sehat. Ardi juga. Masih ingat kan? Dia orang yang terakhir berinteraksi denganmu secara langsung. Saya yakin karena itu ia adalah yang paling spesial diantara kita. Saya selalu cemburu karena itu, loh. Dari dulu, saya orang yang selalu paling terakhir dikabari. Jadi yang paling gak pernah dikomentari, dicalla dan dimarahin itu gak enak, loh, beneran. Ah, tapi tak apalah. Tiap orang punya pilihannya bukan? Seperti caramu meninggalkan kita.

Oh iya, sebelumnya saya mau klarifikasi dulu nih soal waktu itu. Sumpah, saya sama sekali gak liat kamu tidur di kamar kakakmu seperti klarifikasimu yang kudengar dari orang lain. Saya rabun, tapi tidak buta. Dan lagi, kita sudah dapat ijin dari Bude kok kalo masuk rumah. Malah disuruh langsung masuk kamar seperti biasa. Oh iya, alasan kita singgah ke rumah saat itu selain istirahat, kita juga nyari tempat sholat. Hari itu bulan puasa, kan? Hari kedua jika saya tidak salah ingat.

Ya, saya ingat ketika tepat jam berbuka puasa Ardi menelepon dengan nada terisak. Saya yakin ia jadi lelaki-dengan-gelembung-air-disudut-matanya saat itu. Seketika laparku hilang, emosi malah naik. Alhamdulillah sudah buka puasa jadi gak makruh haha. Nasi dalam leher aja sampe gak bisa ketelan. Satu yang kupikir, ini harus diselesaikan saat ini. Saya kenal betul perangaimu. Garis di dahimu sudah jadi tanda haha. Saya membayangkan garis itu berkedut saat kau menelepon Ardi.

Kau tidak keluar rumah juga malam itu. Untuk masuk, sudah jelas kita tidak punya keberanian melakukan hal yang sama yang membuatmu marah. Untung ada Ati' yang rela meminjamkan terasnya untuk kita berkeluh kesah. Walau handphonemu sengaja kau matikan, saya tahu kau sedang ditempatmu jika gelisah. Dudukan bak air di atap rumahmu yang baru direnovasi, kan? Saya melihat api rokokmu dari tempatku duduk. Apa kau melihat kami dibawah?

Kau tahu, setelah itu saya hampir tak percaya dengan yang orang-orang naif sebut dengan persahabatan. Kata itu seakan lenyap dari kamusku. Kau tahu sendiri saya seperti apa, my world is my mine. Sisa hari setelah kau memutuskan pergi, saya menyimpan prinsip itu bersama sejalan. Satu-satunya sahabat yang saya punya hanya Ardi, yang lain hanya teman. Saya juga suka mengejek dalam hati orang-orang yang menjunjung tinggi persahabatan, haha. Lucu, kan?

Kau memberi perubahan sebegitu besarnya dari diriku. Meninggalkan luka yang masih sakit. Yang bekasnya masih kubawa di telapak tangan kananku saat terjepit kunci geser pintu pagar rumahmu hari itu. Ya, hari kami masuk ke rumahmu tanpa ijinmu. Luka kecil ini sudah mengisyaratkan sesuatu tentang kita.

Sayang, ya. Hanya karena masalah sepele seperti itu, kau buat keputusan sulit. Untukmu mungkin tak sepele. Memang tak enak, jika baru bangun tidur kau langsung dimarahi ibumu dan disalahkan atas tamu tak diundang.

Kutulis surat ini hanya untuk menyampaikan sebuah maaf. Maaf yang saya tahu tidak pernah sampai padamu. Sekalipun sampai, kau pun tak mudah memberikannya. Tapi hanya itu yang ingin saya katakan dari dulu sampai sekarang.

Maaf.

2 comments:

  1. mo nangis baca tulisan ini... sumpah... kangenkaa sama both :)

    ReplyDelete
  2. kerumahnya gih hihi

    ReplyDelete