Email Subscription box byLatest Hack

25 August 2012

Peri Kecil yang Menangis (Part II)

Dimulai lagi dengan pertanyaan, “Kenapa part II?”. Karena memang pernah ditulis sebelumnya, sebuah posting dengan judul “Peri Kecil yang Menangis”, dan sekali lagi posting itu lenyap bersama mantan #eh. Gak, si “Peri Kecil” bukan mantan gue, mantan gue besar-besar, suer! Peri kecil hanya codename buat dia yang-namanya-tidak-bisa-disebut. Sebut saja Mawar, eh kok jadi kayak interview korban trafficking gini. Intinya dia punya nama lah, hanya disini kita sebut saja, Peri Kecil :)

Di kisah sebelumnya, gue hanya menceritakan si Peri Kecil datang mengadu untuk sebuah curhat, penuh tangis. Hanya yang masih tanda tanya sampai sekarang, kenapa gue? Kenapa gak temen-temen gue? Jadi ini salah siapa? Eh, gue ngaco lagi. Ya, dia mengalami sebuah masalah, pada titik penat yang tak bisa dijalaninya sendiri itu, ia mungkin butuh seseorang. Dan voila, terpanggilah gue sebagai seorang yang sok bijak, terpecaya, aktual dan tajam, setajam silet!Gak perlu dibahas apa yang ditangisi, apa yang dicurhatin, gue cuma mau cerita tentang si Peri Kecil sekarang.

Ya, sekarang, setelah sekian tahun tak pernah dapat kabarnya, akhirnya muncul juga dipermukaan. Lewat sebuah reuni kecil dia muncul. Sudah ada beberapa pertemuan sebelumnya sih, lewat beberapa kebetulan, atau lebih gue sebut keberuntungan.

Lanjut cerita, sekarang dia udah gede. Yaiyalah, masa mau kecil terus. Selain badannya yang gede, ternyata dia sudah gede dalam artian yang sebenarnya. Kedewasaan. Itu yang terakhir kusimpulkan di penghujung pertemuan. Gayanya, caranya bertutur kata, nilai-nilai pemikirannya lewat gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaan singkat dan caranya menjalin hubungan dengan pilihannya. Ya, dia sudah besar. Dia bukan lagi “Peri Kecil yang Menangis”. Mungkin ia masih menangis, tapi hanya dia yang tau kapan dan karena apa. Gue jelas senang melihat pertumbuhannya seperti itu. Mengisyaratkan bahwa umur tak selalu menjanjikan kedewasaan. Tapi sikap dan problema hiduplah yang menempa kita menuju kedewasaan. Seperti ia sekarang. Walaupun masih ada saja kelakuan lucu khas “Peri Kecil”-nya haha..

So, from that I have I learned somethin’ and I hope you too. Love what you have now, and be grow up. Gak perlu nunggu kepala 3 apalagi 5 untuk berpikir dewasa. Just, grow up. Adios.

0 comments:

Post a Comment