Musik melantun keras. Seorang seniman panggung ahli bahasa langsir membanting diri. Tidak sepandai itu tampaknya, ia masih menggenggam partitur lirik dan kalimat saji pemuas nafsu penikmat sastra. Tidak seperti dirinya. Semua yang duduk di depan panggung berpakaian serba ‘wah’. Yakin, semua berasal dari galeri yang menyediakan busana perancang ternama. Semua khidmat, semua tenang, menikmati seorang dengan kaos compang-camping menyiksa diri diatas panggung.Ruangan begitu temaram. Hanya panggung berkilauan. Di paling depan beberapa meja bundar besar...
14 July 2014
06 March 2014
Aku sudah disini jam delapan kurang enam belas menit. Tidak berkedip
setiap lampu kendaraan mengintip. Berjubah genit untuk menarik
perhatianmu dari langit berhampar bintang yang berusaha bersaing sengit.
Aku tak akan kalah dari mereka, batinku mencicit.
Jam delapan tepat sebuah mobil merapat di bawah atap tempatku menetap.
Turun gadis manis yang langsung menatapku lekat. Inikah lelaki yang
ingin kujumpai setiap saat, atau mungkin hanya sesaat, pikirku tentang
pikirnya. Lalu sebuah senyum terpahat. Ah, tampaknya aku mengenakan
pakaian...
Kau suka rembulan, dan menari di bawah hujan. Kau punya sebuah senyuman,
setiap helainya menyembuhkan. Kau suka tampil menawan, tapi penuh
kelembutan. Kau bahkan tak pernah mengeluh pada awan saat hari hujan
atau tak ada bulan.
Kau kenal betul dirimu, aku masih belajar darinya. Bagaimana kau bisa
terluka, lalu sembunyi dalam dirimu. Lalu sulit keluar. Seperti aku yang
terjebak di dalamnya. Seperti kau yang terjebak di dalamku. Lalu kita
satu.
I'm here, because you're here...
"Anata ga iru kara..." - Anata (L'Arc~En~Cie...
Subscribe to:
Posts (Atom)